Makna Jahiliyah & Kejahiliyahan Bangsa Arab

Oleh: Hendra Kusumah
BEBERAPA diantara kita mungkin sering mendengar atau membaca bahwa sebelum Nabi Muhammad dihadirkan ditengah-tengah kehidupan bangsa Arab, kondisi masyarakat tersebut berada dalam kondisi jahiliyah. Menurut P.K. Hitti dalam bukunya History of The Arabic makna jahiliyah di sini bukan berarti bodoh dalam segi ilmu pengetahuan, melainkan hanya bodoh dari segi agama karena pada zaman tersebut (yakni sebelum Rasul Muhammad datang) tidak ada nabi dan tidak ada kitab suci yang dijadikan sebagai panduan hidup. Hitti mengatakan bahwa saat itu semenanjung Arab memiliki peradaban yang tinggi. Benarkah yang diungkapkan Hitti?
a. Arti Jahiliyah
Jahiliyah berasal dari kata dasar ja ha la yang berarti bodoh atau sesat. Istilah dan makna kata tersebut dapat kita lihat di beberapa ayat di dalam Al Quran. Berikut ini beberapa diantaranya:
”Kemudian setelah kamu berduka-cita Allah menurunkan kepada kamu keamanan (berupa) kantuk yang meliputi segolongan daripada kamu, sedang segolongan lagi telah dicemaskan oleh diri mereka sendiri; mereka menyangka yang tidak benar terhadap Allah seperti sangkaan jahiliah.” (QS. Ali Imran: 154)
”dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu” (QS. Al Ahzab: 33)
”Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, menyucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (As sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata” (QS. Al Jumuah: 2)
Menurut Mahyudin & Hilmi, ayat-ayat di atas memberikan gambaran kepada kita bahwa istilah jahiliyah memiliki makna kekufuran, keangkuhan, kemaksiatan dan juga kebodohan. Orang Arab jahiliyah dianggap bodoh karena tidak pandai menulis dan membaca.
Prof.Dr. Hamka di dalam buku nya Tafsir Al Azhar mengatakan Rasul saw diutus kepada kaum yang ummi. Ummi disini memang berarti tidak bisa menulis dan membaca. Beliau mengatakan bahwa dahulu bangsa Arab bukanlah bangsa yang terpelajar dan bukan kaum yang mempunyai sejarah peradaban yang tinggi sebagaimana peradaban orang-orang Yunani dan Romawi, orang Persia (Iran) dan India. Dalam 100 orang belum tentu ada satu orang yang bisa menulis dan membaca. Walaupun tidak bisa membaca dan menulis, bangsa Arab masih memiliki satu kelebihan yaitu ingatannya yang sangat kuat.
Berdasarkan sejarah yang masih diungkapkan oleh Prof.Hamka, orang-orang Yahudi yang berada di Yastrib (yang kemudian menjadi Madinah) mengatakan bahwa orang Arab bukanlah orang terpelajar. Orang Arab pun tidak merasa terhina dengan ungkapan tersebut. Bahkan orang Arab di Madinah banyak yang menyerahkan anak-anaknya kepada orang Yahudi untuk belajar sehingga banyak diantara mereka yang masuk Yahudi.
b. Jahiliyah Dalam Berbagai Bidang
Dari sisi sejarah dan fakta, sesungguhnya sebelum Rasul saw, bangsa Arab memang berada dalam masa kegelapan atau masa jahiliyah dalam arti sebenarnya. Berikut ini beberapa sejarah kelam bangsa Arab yang diungkapkan oleh Mahayudin dan Hilmi di dalam bukunya yang berjudul Sejarah Islam:
1. Agama dan Akhlak
Pada zaman jahiliyah nilai kepercayaan dan moral orang Arab sangat rendah karena belum ada nabi yang diutus untuk memberi mereka petunjuk. Saat itu orang-orang Arab menyembah patung dan berhala yang dibuat oleh mereka sendiri. Patung-patung dan berhala itu pun diperjual-belikan oleh mereka. Ada juga diantara mereka yang menganut paham animisme. Dari sisi moral atau akhlak, perilaku bangsa Arab sangat tidak sopan dan tidak memiliki rasa kemanusiaan. Mereka kadang saling bertukar isteri bahkan ada yang mengawini isteri bapaknya sendiri. Tidak hanya itu, ada juga yang mengubur anak perempuannya yang masih hidup untuk menjaga kehormatannya di dunia.
2. Politik
Bangsa Arab tidak memiliki posisi politik yang kuat di zaman jahiliyah. Mungkin hanya kerajaan Himyar saja yang masih dianggap memiliki kekuatan politik & struktur pemerintahan yang lumayan baik namun tetap dibawah pengaruh negara luar. Di sebelah utara semenanjung Arab dikuasai oleh kerajaan Romawi dan Persia, di sebelahselatan dikuasai oleh kerajaan Habsyah dan Persia. Di kawasan tengah seperti Mekkah, walaupun tidak dijajah, tetap mendapatkan imbas dari penguasaan kedua wilayah tersebut. Kondisi ini bisa kita lihat pada peperangan al-Fijar yang terjadi pada bulan-bulan diharamkan berperang di antara kaum Quraisy dengan penduduk Hirah yang saat itu berada dibawah kerajaan Persia. Contoh lain adalah serangan tentara gajah dari Yaman atas sokongan kerajaan Romawi ke kota Mekkah.
3. Ekonomi
Pasca runtuhnya bendungan Ma’rib di Yaman, kedudukan ekonomi orang arab di selatan Semenanjung Arab menjadi tidak stabil. Kondisi ini memaksa sebagian besar warga di wilayah tersebut, yaitu wilayah kekuasaan kerajaan Himyar, berpindah ke sebelah utara dengan beralih menjadi pedagang karena wilayah sebelah utara adalah kawasan padang pasir. Namun perdagangan ini pun tidak berjalan lancar karena selalu mendapat tekanan politik dari Romawi dan Persia serta adanya kondisi politik yang selalu tidak menentu yaitu adanya peperangan diantara pada kabilah Arab. Di tahun 534 M kerajaan Himyar jatuh ke tangan kerajaan Habsyah lalu jatuh ke tangan kekuasaan Persia.
Kerajaan Habsyah pernah memperburuk kondisi perekonomian di kota Mekkah dengan melakukan serangan ke kota tersebut sehingga hubungan perdagangan antara Yaman dan Mekkah menjadi rusak. Kondisi ini berefek pada hubungan perdagangan antara Yaman dan Syam karena Mekkah berada di antara kedua wilayah tersebut. Hubungan perdagangan antara Yaman dan Hirah pun sering terputus karena Hirah berada di bawah kekuasaan Persia sedangkan Yaman berada di kekuasaan Habsyah yang menjadi rekan koalisi politik kerajaan Romawi.
Di tengah kondisi ekonomi-politik yang tidak menentu akibat perseteruan antara Persia dan Romawi, warga kota Mekkah yaitu kaum Quraisy mencoba melakukan tekanan ekonomi ke kaum Badwi. Hal ini mengakibatkan kaum Badwi melakukan perlawanan dengan bentuk perompakan ke setiap kafilah-kafilah perdagangan Quraisy.
Dari sisi internal, kesenjangan ekonomi di kota Mekkah pun cukup terlihat yaitu kesenjangan antara si kaya dan si miskin. Akibatnya sering terjadi huru-hara yang sangat mengganggu perekonomian wilayah tersebut.
4. Ilmu Pengetahuan
Walaupun masyarakat Arab Jahiliyah memiliki sedikit kemampuan dalam berdagang namun keahlian tersebut tidak cukup menjadikan mereka sebagai bangsa yang ber-peradaban karena suatu peradaban memiliki ciri-ciri tersendiri termasuk aspek ilmu dan moral.
Beberapa alasan mengapa masyarakat Arab tidak dianggap sebagai masyarakat yang memilik peradaban, diantaranya pertama pada zaman jahiliyah tersebut, tradisi penyebaran ilmu pengetahuan hampir tidak ada. Kebanyakan orang Arab buta huruf. Kedua, saat itu ilmu pengetahuan berasal dari negara luar yaitu dari bangsa Romawi, Yunani dan Persia. Namun, sebagian besar dari mereka yang datang ke Mekkah lebih memilih fokus berdagang di Mekkah daripada menyebarkan ilmu pengetahuan. Ketiga, karena masyarakat Arab banyak yang tidak bisa membaca dan menulis, maka ilmu pengetahuan hanya disampaikan secara lisan dan hafalan.
Menurut Robert L. Gullick, sebagaimana dikutip oleh Hj.Yahya dan Halimi dalam buku Sejarah Islam, mengatakan bahwa orang Arab Jahiliyah tidak memberikan sumbangan apa-apa di bidang ilmu pengetahuan.
“The ancient Arabs, during the many centuries preceding the appearance of Muhammad, did not, so far as we know, contribute anything of significance to the body of scientific knowledge or to scientific method.”
Secara umum, biasanya sebuah masyarakat yang memiliki peradaban seperti Mesopotamia, Mesir, India, Yunani, Cina, Roma, Saba’ , memiliki monument yang digunakan serta peralatan komunikasi, mata uang, dan pemerintahan yang teratur. Namun, masyarakat Arab jahiliyah tidak memiliki ciri-ciri tersebut.
Atas kejahiliyahan yang dimiliki oleh bangsa Arab inilah, maka mereka tidak layak disebut sebagai masyarakat yang memiliki peradaban. Namun ketika Allah SWT mengutus seorang rasul dan membawa kitab AL Quran, kehidupan masyarakat Arab menjadi berubah 1800. Bangsa yang sebelumnya tidak diperhitungkan di kancah perpolitikan dunia, setelah Rasul saw datang dan mendirikan sebuah Negara Islam di wilayah Arab, seluruh dunia mengalihkan pandangannya kepada peradaban yang baru lahir tersebut.
Semoga kita bisa mengambil pelajaran dari sejarah yang dialami oleh bangsa Arab dengan selalu menjalankan apa-apa yang diperintahkan oleh Rasul saw melalui Al Quran dan Sunnahnya.
Referensi:
Hamka. 1992. Tafsir Al Azhar. Surabaya: PT Bina Ilmu Offset
Yahaya, Mahayudin dan Halimi, Ahmad Jelani. 1997. Sejarah Islam. Kualalumpur: Fajar Bakti SDN.BHD

sumber: http://islampos.com/2012/makna-jahiliyah-kejahiliyahan-bangsa-arab/
Show comments
Hide comments

0 Komentar:

Post a Comment