Tutuplah Aib Saudaramu!
Pernah suatu hari seorang laki-laki terengah-engah datang menghadap Kholifah Umar bin Al-Khattab r.a. Mukanya merah padam dan suaranya bergetar manakala ia bercerita, "Wahai Amirul Mukminin, saya melihat dengan mata kepala sendiri pemuda Fulan dan pemudi Fulanah berpelukan dengan mesra di belakang pohon kurma." Laki-laki itu berharap Umar akan memanggil kedua pemuda-pemudi yang asyik bermesraan itu, dan memerintahkan orang suruhannya supaya mendera mereka dengan cemeti.
Ternyata tidak. Umar malah mencengkram leher baju laki-laki itu sambil memukulnya dengan gagang pedang. Umar mengherdik, "Kenapa engkau tidak menutupi kejelekan mereka dan berusaha agar mereka bertaubat? Tidakkah engkau ingat akan sabda Rasulullah, ‘Seorang muslim itu adalah saudara muslim lainnya, dia tidak boleh menzaliminya dan menghinakannya. Barang siapa yang membantu keperluan saudaranya, maka Allah akan memenuhi keperluannya. Barang siapa yang melapangkan satu kesusahan seorang muslim, maka Allah akan melapangkan satu kesusahan di antara kesusahan-kesusahan hari kiamat nanti. Dan barang siapa yang menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya pada hari kiamat.’[1]
Dalam fikiran Umar, bila kedua muda-mudi itu dipermalukan di depan umum, boleh jadi mereka akan nekad lantaran tidak tahu ke mana hendak menyembunyikan diri. Bukankah sarang maksiat yang lebih parah akan mengurung mereka dalam lumpur dosa yang berkepanjangan?
Nabi saw juga bersabda: “Barang siapa menutupi aib saudaranya (yang muslim), maka Alloh akan menutupi aibnya pada hari kiamat. Dan barang siapa yang membuka aib saudaranya maka Alloh akan membuka aibnya, sehingga Alloh akan mempermalukannya lantaran aibnya, sehingga ia merasa malu di rumahnya sendiri.” (HR. Muslim, Abu Dawud dan Tirmidzi dari Abu Hurairoh).
Pada kesempatan lain, seorang laki-laki diseret ke hadapan Umar kerana mengerjakan suatu dosa yang patut menerima hukuman berat. Tiga orang saksi telah mengemukakan pernyataan yang membuktikan kesalahan lelaki itu. Tinggal seorang lagi yang merupakan penentuan, apakah hukuman dera harus dijatuhkan atau dibebaskan. Ketika saksi keempat itu diajukan, Umar berkata, "Aku menunggu seorang hamba beriman yang semoga Allah tidak akan mengungkapkan kejelekan sesama Muslim dengan kesaksiannya." Dengan mantap saksi keempat itu menyatakan, "Saya tidak melihat suatu kesalahan yang menyebabkan lelaki itu wajib dihukum dera." Umar pun menarik nafas lega dan membebaskan sang terdakwa....
Sahabat, sudahkah anda mengamalkan dan menjaga perintah ini? Atauhkah anda termasuk orang yang sering mengumbar keburukan dan aib orang lain? Silahkan intropeksi dirimu, masihkah anda sering membeberkan aib dan kekurangan sahabatmu sendiri, sudahkan anda selalu menutupi kesalahan-kesalahan yang ada pada dirinya, untuk menjaga kehormatan dan harga dirinya. Kalau anda belum melakukannya maka saat inilah moment yang tepat bagi anda untuk melaksanakannya.
Hilangkanlah rasa iri dan dengki dalam hati terhadap orang-orang yang ada disekitarmu. Sudahilah rasa ingin mengetahui kekurangan yanga ada pada orang lain, karena rasa itu hanyalah akan menambah beban di hatimu, menyibukkanmu dari hal yang bermanfaat, sehingga anda hanya tenggelam dalam kubangan gosip dan buah bibir. Ajaklah hatimu untuk merasa senang dalam menutupi kesalahan sahabatmu, sebagaimana anda merasa benci jika aib dan kesalahan anda dibicarakan. Maka anda akan hidup dengan penuh ketenangan dan ketentraman.
Sahabat, mungkin sifat inilah yang selalu merusak keharmonisan hidupmu bersama teman-temanmu. Tidakkah anda merasa bahwa sifat yang ingin selalu mencari dan mengorek kesalahan orang akan menjerumuskan anda kepada perpecahan, perasaan su’udzon (buruk sangka) terhadap yang lain, dan rasa was-was serta takut jika aibmu akan dibeberkan oleh sahabatmu sendiri. Sungguh, ini merupakan penghancur ukhuwah diantara sesama muslim. Sungguh merupakan perbuatan yang amat tercela.
Sahabat, bukankah anda telah mengetahui bahwa setiap perkataan yang keluar dari lisan kita akan dimintai pertanggungjawaban. Bukankah anda mengetahui, bahwa aib orang lain yang anda sebarkan akan berdampak kepada dirimu sendiri.
Hukuman untuk orang yang menyebarkan keburukan seorang muslim, memata-matai dan mengungkap aibnya adalah Alloh pasti mengusut aibnya dan menghinakannya, meskipun di dalam tempat tinggalnya sendiri. Sebagaimana sabda Nabi saw: “Siapa yang mencela saudaranya karena suatu dosa, maka ia tidak akan mati sampai melakukannya (dosa yang dicelanya).
Alloh berfirman di dalam surat An-Nuur ayat 19:
إنَّ الَّذِينَ يُحِبُّونَ أَنْ تَشِيعَ الْفَاحِشَةُ فِي الَّذِينَ آمَنُوا لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang, kamu tidak mengetahui.”
Alloh mengancam orang yang seperti ini dengan adzab yang pedih. Dan kebalikannya, berita gembira bagi orang-orang yang menutup aib saudara-saudara mereka, dengan tutupan Allah kepada mereka di dunia dan akhirat, seperti yang tersebut dalam hadits shahih:
وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللهُ فِى الدُّنْيَا وَاْلآخِرَة
"Dan barangsiapa yang menutup aib seorang muslim, niscaya Allah menutup aibnya di dunia dan akhirat."
Imam An-Nawawi rahimahullah mengatakan ketika memberikan komentar terhadap hadits di atas, “Adapun menutup aib orang lain yang dianjurkan di sini maksudnya adalah, menutup aib orang yang melakukan keburukan, dari orang yang tidak terkenal melakukan keburukan dan kerusakan. Adapun orang yang sudah dikenal sering melakukan keburukan, maka dianjurkan agar tidak menutupnya, hendaknya dilaporkan kepada yang berwenang, jika ia mengkhawatirkan terjadinya kerusakan yang lebih besar lagi, karena menutup hal seperti ini membuat dia bertambah berani melakukan kerusakan dan kekacauan, melakukan segala yang diharamkan dan membuat orang yang lain berani melakukan hal serupa.
Nabi saw bersabda: “Janganlah engkau menampakkan kegembiraan karena musibah saudaramu, akibatnya Alloh akan menjaganya dan menimpakan cobaan itu kepadamu.”
Hasan menuturkan, “Dahulu pernah dikatakan, ‘Siapa yang mengejek saudaranya karena suatu dosa yang dia telah bertaubat darinya, niscaya orang itu tidak akan mati sampai Alloh mengujinya dengan dosa tersebut.”
Juga diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, “Bencana itu dipercayakan kepada ucapan. Seandainya ada seseorang yang mencemo’oh orang lain karena menyusu kepada anjing betina, niscaya dia akan menyusu kepada anjing tersebut.”
Rosululloh saw juga bersabda:
كُلُّ أُمَّتِي مُعَافًا إِلاَّ الْمُجَاهِرِيْنَ, وَإِنَّ مِنَ الْمُجَاهَرَةِ أَنْ يَعْمَلَ الرَّجُلُ باِللَّيْلِ عَمَلاً, ثُمَّ يُصْبِحُ وَقَدْ سَتَرَهُ اللهُ فَيَقُوْلُ: يَافُلاَنُ عَمِلْتُ الْبَارِحَةَ كَذَا وَكَذَا وَقَدْ بَاتَ سَتَرَهُ رَبُّهُ وَيُصْبِحُ يَكْشِفُ سِتْرَ اللهِ عَنْهُ
Artinya; "Setiap umatku dimaafkan kecuali orang yang terang-terangan (melakukan maksiat). Dan termasuk terang-terangan adalah seseorang yang melakukan perbuatan maksiat di malam hari, kemudian di pagi harinya -padahal Allah telah menutupnya-, ia berkata: wahai fulan, kemarin aku telah melakukan ini dan itu –padahal Allah telah menutupnya- dan di pagi harinya ia membuka tutupan Allah terhadapnya." (HR. bukhari)
Sahabat, di dalam hadits ini terkandung anjuran yang begitu angung, kaum mulimin diperintahkan untuk menutupi aib dirinya, agar tidak tersebar kemana-mana. Untuk menjaga kehormatan diri sendiri saja Rosululloh menegaskan sampai sedemikian rupa, apa lagi untuk menutupi aib orang lain. Yang mana bila hal ini diabaikan akan menimbulkan perpecahan, persengketaan dan pertengkaran serta ketidak harmonisan hidup antar semama sebagai makhluk sosial.
Maka dari itu, jaga dan peliharalah lisanmu dari hal-hal yang merugikan diri anda sendiri dan orang lain. Berhentilah dari mengumbar aib orang, mulailah untuk menutupi keburukan dan rahasia teman-temanmu, serta berbuat baiklah kepada orang-orang yang ada di sampingmu, maka anda akan hidup penuh kedamaian dan kebahagiaan.
0 Komentar:
Post a Comment